Blogger Layouts

Minggu, 29 Mei 2011

Membentuk Karakter Bangsa Lewat Pendidikan

Membentuk Karakter Bangsa Lewat Pendidikan

          Aspek pendidikan adalah aspek terpenting dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengukur kualitas pendidikan, maka kita dapat melihat potret bangsa yang sebenarnya, karena aspek pendidikanlah yang menentukan masa depan seseorang, apakah dia dapat memberikan suatu yang membanggakan bagi bangsa dan dapat mengembalikan jati diri bangsa atau sebaliknya. Pendidikan seperti apa yang diberikan agar anak didik memiliki karakter bangsa dan mampu mengembalikan jati diri bangsa dan mampu membentuk elemen-elemen dalam core values? Apakah masalah yang terdapat dalam otoritas pelaksana pendidikan di bangsa ini? Setidaknya ada empat faktor utama yang harus diperhatikan: faktor kurikulum, dana yang tersedia untuk pendidikan, faktor kelaikan tenaga pendidik, dan faktor lingkungan yang mendukung bagi penyelenggaraan pendidikan. Keempat faktor ini terkait satu sama lain untuk dapat menghasilkan SDM dengan karakter nasional yang mampu bersaing di era global, yang akhirnya dapat mengembalikan jati diri bangsa.

          Pada masalah aspek otoritas pendidikan, anak didik sebetulnya hanya ditekankan pada sapek kognitif saja. Akibatnya adalah anak didik yang diberi materi pelajaran hanya sekedar ‘tahu’ dan ‘mengenal’ dengan apa yang didapatkannya, tanpa memahami apa yang mereka pelajari apalagi menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Padahal aspek yang lainnya, seperti afektif dan psikomotorik adalah hal penting yang harus didik. Karena institusi pendidikan seharusnya dapat membuat anak didik menerapkan apa yang diajari, karena sesungguhnya itulah kegunaan dari ilmu pengetahuan. Apakah anak didik di bangsa ini hanya akan menjadi ‘manusia robot’ yang tidak memiliki rasa toleransi dan apatis pada kehidupan sosialnya? Lalu bagaimana generasi seperti ini dapat mengembalikan jati diri bangsa?

          Kita tidak tahu standar apa yang dipakai dalam otoritas pendidikan di negara ini, yang akhirnya anak didik yang dihasilkan dari institusi pendidikan di negara ini tidak banyak yang mampu untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan di tempat pendidikannya, apalagi untuk mengajarkannya pada orang lain. Penanaman karakter anak didik dengan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik tidak akan berhasil menghasilkan generasi penerus yang memberikan dampak positif bagi bangsa.

          Mungkin memang nilai di atas kertas raport dan IPK terlihat bagus dan memuaskan, akan tetapi ketika anak didik tidak mampu menerapkan ilmu yang mereka dapatkan apa gunanya ilmu yang mereka punya? Otoritas pendidikan harus menerapkan aspek-aspek pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan PBB, UNESCO, yaitu belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk berbuat (learn to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learn to be her/himself), belajar untuk hidup bersama (learn to live together). Ketika semua aspek itu dapat dijalankan maka bangsa ini akan memiliki generasi yang dapat dibanggakan, bagi bangsa maupun bagi seluruh dunia. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu tanpa aktualisasi ilmu, akan tetapi pembentukan karakter diri dan bangsa dengan ilmu yang didapat, hingga akhirnya mereka para generasi muda dapat mengembalikan jati diri bangsa dengan ilmu yang mereka punya.

          Banyaknya faktor atau media yang mempengaruhi pembentukan karakter ini menyebabkan pendidikan untuk pengembangan karakter bukan sebuah usaha yang mudah. Secara normatif, pembentukan atau pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas lingkungan yang baik juga. Dari sekian banyak Faktor atau media yang berperan dalam pembentukan karakter, dalam risalah ini akan dilihat peran tiga media yang saya yakini sangat besar pengaruhnya yaitu: keluarga, media masa, lingkungan sosial, dan pendidikan formal.

          Keluarga adalah komunitas pertama di mana manusia, sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang, sejak dia sadar lingkungan, belajar tata-nilai atau moral. Karena tata-nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya, maka di keluargalah proses pendidikan karakter berawal. Pendidikan di keluarga ini akan menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang lebih dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu seperti kejujuran, kedermawanan, kesedehanaan, dan menentukan bagaimana dia melihat dunia sekitarnya, seperti memandang orang lain yang tidak sama dengan dia –berbeda status sosial, berbeda suku, berbeda agama, berbeda ras, berbeda latar belakang budaya. Di keluarga juga seseorang mengembangkan konsep awal mengenai keberhasilan dalam hidup ini atau pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan hidup yang berhasil, dan wawasan mengenai masa depan.

         Dari sudut pandang pentingnya keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah kalau krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini bisa dilihat sebagai salah satu cerminan gagalnya pendidikan di keluarga. Korupsi misalnya, bisa dilihat sebagai kegagalan pendidikan untuk menanamkan dan menguatkan nilai kejujuran dalam keluarga. Orang tua yang membangun kehidupannya di atas tindakan yang korup, akan sangat sulit menanamkan nilai kejujuran pada anak-anaknya. Mereka mungkin tidak menyuruh anaknya agar menjadi orang yang tidak jujur, namun mereka cenderung tidak akan melihat sikap dan perilaku jujur dalam kehidupan sebagai salah satu nilai yang sangat penting yang harus dipertahankan mati-matian. Ini mungkin bisa dijadikan satu penjelasan mengapa korupsi di Indonesia mengalami alih generasi. Ada pewarisan sikap permisif terhadap korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

          Media masa. Dalam era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan atau sebaliknya juga perusakan karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya media elektronik, dengan pelaku utamanya adalah televisi. Sebenarnya besarnya peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hattta, Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan bangsa untuk menguatkan karakter bangsa melalui tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian dan persatuan melalui radio. Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama sekali: kepercayaan diri bangsa, keberanian, kesediaaan berkorban, dan rasa persatuan. Sayangnya kecerdasan dan kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang kemerdekaan dalam memanfaatkan media massa untuk kepentingan bangsa makin sulit kita temukan sekarang. Media massa sekarang memakai teknologi yang makin lama makin canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang didukung teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak karakter bangsa. Saya tidak ragu mengatakan, media elektronik di Indonesia , khususnya televisi, sekarang ini kontribusinya ’nihil’ dalam pembangunan karakter bangsa. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa tidak ada program televisi yang baik. Namun sebagian besar program televisi justru lebih menonjolkan karakter buruk daripada karakter baik. Sering kali pengaruh lingkungan keluarga yang baik justru dirusak oleh siaran media televisi. Di keluarga, anak-anak dididik untuk menghindari kekerasan, namun acara TV justru penuh dengan adegan kekerasan. Di rumah, anak-anak dididik untuk hidup sederhana, namun acara sinetron di tevisi Indonesia justru memamerkan kemewahan. Di rumah anak-anak dididik untuk hidup jujur, namun tayangan di televisi Indonesia justru secara tidak langsung menunjukkan ’kepahlawanan’ tokoh-tokoh yang justru di mata publik di anggap ’kaisar’ atau ’pangeran-pangeran’ koruptor. Para guru agama mengajarkan bahwa membicarakan keburukan orang lain dan bergosip itu tidak baik, namun acara televisi, khususnya infotainment, penuh dengan gosip. Bapak dan ibu guru di sekolah mendidik para murid untuk berperilaku santun, namun suasana sekolah di sinetron Indonesia banyak menonjolkan perilaku yang justru tidak santun dan melecehkan guru. Secara umum, banyak tayangan di televisi Indonesia, justru ’membongkar’ anjuran berperilaku baik yang ditanamkan di di rumah oleh orang tua dan oleh para guru di sekolah.

Pendidikan formal. Pendidikan formal, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, diharapkan berperan besar dalam pembangunan karakter. Lembaga-lembaga pendidikan formal diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun demikian pengalaman Indonesia selama empat dekade terakhir ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dengan cara-cara pendidikan yang dilakukannya sekarang belum banyak berkontribusi dalam hal ini. Di atas telah diuraikan, kecenderungan lembaga pendidikan formal yang merosot hanya menjadi lembaga-lembaga pelatihan adalah salah satu sumber penyebabnya. Pelatihan memusatkan perhatian pada pengembangan keterampilan dan pengalihan pengetahuan. Sedangkan pendidikan mencakup bahkan mengutamakan pengembangan jati diri atau karakter, tidak terbatas hanya pada pengalihan pengetahuan atau mengajarkan keterampilan. Harus diakui bahwa pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, secara umum menghabiskan bagian terbesar waktunya untuk melakukan pelatihan daripada pendidikan. Kegiatan pendidikan telah teredusir menjadi kegiatan ’mengisi’ otak para siswa sebanyak-banyaknya, dan kurang perhatian pada perkembangan ’hati’ mereka. Keberhasilan seorang guru diukur dari kecepatannya ’mengisi’ otak para siswanya. Sekolah menjadi ’pabrik’ untuk menghasilkan orang-orang yang terlatih, namun belum tentu terdidik.

           Namun demikian, ini tidak berarti bahwa secara praktek pendidikan sama sekali terpisah dari pelatihan. Dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai keterampilan. Namun pengembangan keterampilan saja tidak dengan sendirinya berarti pendidikan, walaupun hal itu dilakukan pada lembaga yang secara resmi diberi nama lembaga pendidikan, seperti universitas, institut teknologi, dan yang lainnya.

          Di pihak lain, seorang pelatih yang bermutu dapat dengan cerdas memakai kegiatan pelatihan menjadi kendaraan efektif untuk pendidikan. Pelatih sepak bola dapat memakai kegiatan pelatihan untuk menumbuhkan dan menguatkan sikap sportif, gigih, kerjasama tim, kesediaan berbagi, berlapang dada dalam kekalahan, dan rendah hati dalam kemenangan. Masalah kita sekarang, tanpa disadari sudah terjadi degradasi proses-proses dan program-program yang dimaksudkan untuk pendidikan menjadi proses dan program pelatihan. Di pihak lain belum nampak tanda-tanda kegiatan pelatihan dimanfaatkan secara optimal sebagai wahana untuk pendidikan.

STRATEGI DAN INOVASI PEMBELAJARAN SISWA SD

STRATEGI DAN INOVASI PEMBELAJARAN SISWA SD

Ibarat seorang jenderal dalam kemiliteran, guru dituntut memiliki siasat atau strategi dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Strategi dalam belajar mengajar dimaksudkan untuk mensiasati anak didik agar terlibat aktif belajar. Kemampuan guru dalam memahami dan mengimplementasikan strategi (mengajarnya) merupakan hal yang sangat penting dalam semua peristiwa belajar mengajar.
Kata Strategi berasal dari kata Strategos (Yunani) atau strategus. Strategos berarti jenderal atau perwira negara (state officer). Jenderal inilah yang bertanggungjawab merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai kemenangan, begitupun tanggungjawab guru dalam kelas mensiasati anak didik sehingga tercapai tujuan pembelajaran peserta didiknya.untuk itulah diperlukan inovasi pembelajaran peserta didik,dalam hal  ini pembelajaran untuk siswa SD.
Dalam perkembangannya, konsep strategi telah digunakan dalam berbagai situasi, termasuk situasi pendidikan.Implementasi konsep strategi dalam kondisi belajar mengajar ini sekurang – kurangnya melahirkan pengertian berikut.
  1. Strategi merupakan suatu keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan kecakapandan sumber daya pendidikanyang tersedia untuk mencapai trujuan melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan.
  2. Strategi merupakan garis besar haluan bertindak dalam mengelola prosese belajar mengajar untuk mencapaio tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
  3. Strategi dalam proses belajar mengajar merupakan suatu rencana yang dipersiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan - tujuan  belajar.
  4. Strategi merupakan pola umum perbuatan guru-peserta didik didalam  perwujudan kegiatan belajar mengajar .

Perlu dijelaskan pula, bahwa strategi belajar mengajar bukan desain instruksional seperti PPSI (Prosedur pengembangan sistim instruksional), Satpel (Satuan Pelajaran) atau sejenisnya, Strategi belajar mengajar lebih luaas dari semua itu. Mempertimbangkan suatu strategi bearti mencari dan memilih model dan pendekatan proses belajar mengajar yang didasarkan atas karakteristik dan kebutuhan belajar peserta didik dan kondisi lingkungan serta tujuan yang akan dicapai.
Dengan kata lain strategi belajar mengajar merupakan siasat guru untuk mengoptimalkan interaksi antara peserta didik dengan komponen komponen lain dari sistem instruksional secara konsisten.
Berbicara strategi belajar mengajar, tidak bisa dipisahkan dengan metode mengajar. Karena metode ini merupakan cara – cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sunaryo (1995) menunjukan adanya pola dasar yang menjadi rujukan dalam rangka implemetasi DAP (Developmentally Appropriate Practice).
Sebenarnya metode mengajar yang dapat dipelajari guru sesuai dengan pola dasar tersebut adalah demikian banyak. Akan tetapi yang akan diperkenalkan paling tidak dengan 10 metode mengajar, yaitu metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, pemberian tugas, demonstrasi, simulasi, inkuiri dan metode pengajaran unit-pembelajaran terpadu.
Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan dua metode terakhir yaitu metode inkuiri dan metode pengajaran unit. Karena metode ini merupakan metode yang relatif baru yang diperkenalkan kepada guru-guru bersamaan dengan meluasnya CBSA. Metode inkuiri disebut juga metode penemuan yang sangat penting untuk dilakukan peserta didik usia sekolah dasar.
Metode inkuiri ini dapat dirancang penggunaannya oleh guru menurut kemampuan mereka atau menurut tingkat perkembangan intelektualnya. Bukankah mereka memiliki sifatnya yang aktif ingin tahu yang besar, terlibat dalam suatu situasi secara utuh dan reflek terhadap sesuatu proses dan hasil-hasil yang ditemukan.
Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan inpormasi dengan aktif tanpa bantuan guru. Metode penemuan melibatkan peserta didik dalam proses-proses mental dalam rangka pengembangannya. Metode ini memungkinkan para peserta didik menentukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

Adapun tujuan  metode penemuan adalah :
  1. Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan memproses bahan pelajarannya.
  2. Mengurangi ketergantungan  peserta didik pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya.
  3. Melatih peserta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya.
  4. Memberi pengalaman belajar seumur hidup.

Alasan penggunaan metode penemuan :
  1. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat
  2. Belajar tidak hanya dapat diperoleh dari sekolah tetapi dari lingkungan sekitar.
  3. Melatih peserta didik untuk memiliki kesadaran sendiri kebutuhan belajarnya.
  4. Penanaman kebiasaan untuk belajar berlangsung seumur hidup.

Kekuatan metode penemuan
Kekuatan metode inkuiri adalah :
  1. Menekankan kepada proses pengolahan informasi oleh peserta didik sendiri.
  2. Membuat konsep diri peserta didik bertambah dengan penemuan-penemuannya yang diperoleh.
  3. Memiliki kemungkinan besar untuk memperbaiki dan memperluas penyediaan dan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif para peserta didik.
  4. Penemuan-penemuan yang diperoleh peserta didik dapat menjadi kepemilikannya dan sangat sulit melupakannya.
  5. Tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar karena peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

Metode Pengajaran Unit
Metode pengajaran unit amatlah sesuai dilihat dari pendekatan DAP karena melalui pengajaran ini keunikan atau keragaman dan berbagai tingkatan perkembangan peserta didik dapat diakomodasikan. Pengajaran bisa menjadi lebih terbuka dengan tersedianya berbagai kesempatan bagi si anak memiliki kegiatan belajar. Suatu pengajaran unit bisa menjadi ”harinya” bagi si anak.
Pengajaran unit lebih dikenal dengan istilah ”unit teching” merupakan pengajaran yang mengarahkan kegiatan peserta didik pada pemecahan suatu masalah yang dirumuskan dahulu secara bersama-sama. Metode pengajaran unit didefinisikan sebagai cara penyajian pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahanya secara keseluruhan dan bermakna. Dalam perkembangan terakhir ini pengajaran unit sering diungkapkan sebagai pembelajaran berkorelasi atau pembelajaran terpadu.

Terdapat beberapa jenis pemecahan masalah dalam pengajaran unit yaitu :
  1. Keterhubungan antar dua atau lebih masalah, konsep, keterampilan, tugas, atau ide-ide lain di dalam satu bidang study yang dikenal dalam pembelajaran terpadu sebagai Model Terhubung. ( Connetec; Model )
  2. Jaringan topik yaitu pemecahan masalah yang melibatkan penetapan tema dan beberapa topik atau sub tema dalam berbagai bidang study, yang dalam pembelajaran terpadu dikenal sebagai model Jaring Laba-Laba ( Webbel; Model)
  3. Lintas bidang study yaitu pemecahan masalah yang melibatkan adanya perioritas kurikuler dan menemukan pengetahuan atau konsep keterampilan dan sikap yang tumpang tindih ( Operlapping ) dari bebarapa bidang study yang dalam pembelajaran terpadu dikenal dengan sebutan Model Terpadu itu sendiri ( Integrated Model).

Adapun tujuan dan penggunaan metode pengajaran unit adalah :
  1. Melatih peserta didik berpikir komperehensif dengan cara mengkaji dan memecahkan permasalahan dari berbagai disiplin ilmu atau berbagai aspek.
  2. Melatih peserta didik menggunakan keterampilan proses atau metode ilmiah dengan pemecahan msalah.
  3. Terbentuk sikap kritis, kerjasama, rasa ingin tahu, menghargai waktu dan menghargai pendapat orang lain.
  4. Melatih peserta didik agar memiliki kemampuan merencanakan mengorganisasi dan memimpin suatu kegiatan.
  5. Mengembangkan keterampilan berkomonikasi.

Kekuatan dan Keterbatasan Metode Pengajaran Unit
A. Kekuatan Metode Pengajaran Unit
            Berbagai kekuatan penggunaan Metode Pengajaran Unit ini, adalah :
  1. Membantu peserta didik lebih berpikir komperehensif.
  2. Memperluas wawasan peserta didik dalam ilmu pengetahuan dengan keanekaragaman sumber informasi.
  3. Memperhatikan karaktersitik peserta didik secara khusus.
  4. Menciptakan iklim demokratis dalam belajar dimana peserta didik dapat menentukan rencana bersama guru tentang topik yang akan dibahas.
  5. Pengajaran unit disesuaikan dengan tingkat perkembangan minat dan bakat peserta didik sehingga pengajaran akan lebih bermakna.
B. Keterbatasan Metode Pengajaran Unit
            Adapun berbagai keterbatasan kegunaan metode ini adalah :
  1. Sulit menentukan topik yang sesuai dengan minat, bakat dan perkembangan anak.
  2. Memerlukan kecakapan khusus dalam melaksanakan pengajaran unit.
  3. Memerlukan biaya yang cukup besar.
  4. Memerlukan waktu yang cukup lama.
  5. Kemungkinan pemecahan masalah yang kabur dan dangkal karena ditinjau dari berbagai disiplin ilmu dan tidak semua disiplin ilmu dapat dikuasai peserta didik dengan baik.
Demikianlah Strategi Dan Inovasi Pembelajaran Untuk Siswa SD yang penulis sajikan.


Diajukan dalam rangka memenuhi tugas Tes Masuk SDIT ’Ibadurrohman.
Sumber: Strategi Belajar Mengajar oleh Mulyani Sumantri, Johan Permana Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar 1998-1999.

Jumat, 20 Mei 2011

INOVASI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

       Inovasi ialah suatu upaya yang sengaja dilakukan untuk memperbaiki praktik pendidikan dengan sungguh-sungguh. Miles dalam Ibrahim (1988:52) mengungkapkan paling tidak ada 11 komponen penting yang menjadi wilayah inovasi dalam pendidikan. Kesebelas komponen tersebut yaitu (1) personalia, (2) banyaknya personal dan wilayah kerja, (3) fasilitas fisik, (4) penggunaan waktu, (5) perumusan tujuan, (6) prosedur pembelajaran, (7) peran yang diperlukan, (8) wawasan dan perasaan, (9) bentuk hubungan antarbagian atau mekanisme kerja, (10) hubungan dengan sistem lain, dan (11) perencanaan strategi pembelajaran.
     Untuk keberhasilan inovasi itu dipandang perlu adanya perencanaan yang matang. Ibrahim (1988) mengungkapkan elemen-elemen pokok dalam proses perencanaan yaitu (a) merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus inovasi, (b) mengidentifikasi masalah, (c) menentukan kebutuhan, (d) mengidentifikasi sumber penunjang dan penghambat, (e) menentukan alternatif kegiatan, (f) menemukan alternatif pemecahan masalah, (g) menentukan alternatif pendayagunaan sumber daya yang ada, (h) menentukan kriteria untuk memilih alternatif pemecahan masalah, (i) menentukan alternatif pengambilan keputusan, dan (j) menentukan kriteria untuk menilai hasil inovasi.
       Berdasarkan pemikiran di atas dipandang perlu adanya sebuah model dalam inovasi pendidikan. Model itu ialah model MOPIPPI yang bercirikan terbuka, fleksibel, keseluruhan, dan hubungan.
      Cara menerapkan inovasi pendidikan di SD disarankan satu alternatif berupa lagkah-langkah praktis dalam penerapan inovasi pendidikan SD, yaitu 
  • Buatlah rumusan yang jelas, 
  • Gunakan metode atau cara yang memberi kesempatan, 
  • Gunakan berbagai macam alternatif, 
  • Gunakan data atau informasi yang sudah ada, 
  • Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas, 
  • Gunakan pengalaman Sekolah Dasar atau lembaga yang lain, 
  • Berbuatlah secara positif, 
  • Menerima tanggung jawab pribadi, 
  • Adanya pengorganisasian kegiatan, dan 
  • Mencari jawaban atau beberapa pertanyaan dasar tentang inovasi di sekolah.

KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK USIA SD

KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK USIA
SEKOLAH DASAR

Oleh Nursidik Kurniawan, A.Ma.Pd.SD

Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar.  Sebagai guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya maka sangatlah penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan kebutuhan peserta didik. Adapun karakeristik dan kebutuhan peserta didik dibahas sebagai berikut:
Karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.  Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
Karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentukkonsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angina, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.
Di samping memperhatikan karakteristik anak usia SD, implikasi pendidikan dapat juga bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.
Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar mengangkap dan menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya,. Beberapa tugas pekembangan terutama bersumber dari kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung, belajar tanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari nilai-nlai kepribadian individu diantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja, memperoleh nilai filsafat dalam kehidupan.
Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan ke luar yang besar yaitu (1)kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya (2)kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlukan keterampilan fisik, dan (3) kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan ligika dan simbolis dan komunikasi orang dewasa.
Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri. 

SEKOLAH DASAR

          

          Sekolah dasar (disingkat SD;Inggris:Elementary School) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Saat ini murid kelas 6 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama (atau sederajat).
           Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
          Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
           Sekolah dasar negeri di Indonesia umumnya menggunakan seragam putih merah untuk hari hari biasa, seragam coklat untuk pramuka/hari tertentu, dan pada sekolah-sekolah tertentu menggunakan seragam putih-putih untuk upacara bendera. Kemudian, upacara bendera dilaksanakan setiap hari Senin pagi sebelum dimulai pelajaran.
         Pendidikan dasar di Indonesia pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu yang dikelola oleh pemerintah biasanya disebut Sekolah Dasar Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri sedang yang kedua dikelola oleh masyarakat biasanya disebut Sekolah Dasar Swasta dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta. SD dibawah lingkup Depdiknas sedang MI dibawah lingkup Depag. disamping itu ada pula sekolah dasar dibawah lingkup Depdiknas berciri khas agama dengan sebutan Sekolah Dasar Islam atau Sekolah Dasar Kristen,dll.